Langsung ke konten utama

Tujuh Sila Hewanisme Versi Babi-Babi dalam Novel Animal Farm Karya George Orwell

 



Apa yang akan diperingati pada 12 Oktober setiap tahunnya?

Jika Snowball dan/atau Napoleon melalui keturunan babi-babi yang diciptakan oleh Orwell pada 1944 itu masih ada, pada hari tersebut pasti mereka akan meneriakkan dirgahayu Republik Binatang. Peristiwa yang terjadi pada hari tersebut menjadi titik balik "kebebasan berpikir" para binatang yang hidup di Pertanian Manor. Cerita yang saya maksud di sini adalah sebuah pemberontakan para binatang yang ditulis oleh Eric Arthur Blair, yaitu Animal Farm (Republik Hewan).

Novel alegori politik yang konon sengaja dianggit oleh Orwell sebagai karya "anti Stalin"-nya ini mengambil latar tempat di sebuah pertanian yang dipunyai oleh Mr. Jones. Para binatang yang hidup di Pertanian Manor telah sampai pada kesadaran untuk menentukan nasibnya sendiri. Para babi, anjing, sapi, ayam, bebek, biri-biri, burung, keledai, kucing, hingga tikus-tikus; mereka saling bertekad untuk bisa mengusir manusia. Keadaan mendesak karena kelaparan membuat hari pemberontakan yang telah diramalkan oleh Mayor (babi tua) ternyata datang lebih cepat.

Ada dua babi yang mendominasi tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan di pertanian yang telah berhasil mengusir para manusia tersebut, yaitu Snowball dan Napoleon. Sejak hari pemberontakan berlalu, Snowball menjadi pemimpin pertanian yang selanjutnya diubah menjadi Pertanian Binatang. Melalui kepemimpinan Snowball para binatang tetap bangun pagi seperti biasa, bekerja seperti biasa (bahkan lebih keras), dan melakukan tugas masing-masing seperti biasa. Akan tetapi, para binatang itu percaya bahwa ada kebebasan yang mereka miliki saat itu.

Para Binatang Membenci Kehadiran Manusia

Para binatang tak ingin hidup dan berpenampilan seperti manusia. Berangkat dari gagasan itu, muncullah tujuh sila binatangisme yang tertulis di sebuah dinding. Karena tidak semua binatang bisa membaca, tujuh sila itu hanya menjadi sarana pengesahan norma yang hidup di dalam pertanian. Akan tetapi, keadaan kian berubah ketika Snowball diusir dari pertanian dan kepemimpinan direbut oleh Napoleon.

Melalui sembilan anjing yang ia pungut dari Jessi-Bluebel sejak bayi, Napoleon berhasil mengusir Snowball. Babi Napoleon bersama babi-babi lain menggerogoti tujuh peraturan binatang untuk melanggengkan kemewahan dan kenikmatan golongannya (babi dan anjing). Satu per satu peraturan diubah (baca: seperti amendemen undang-undang) ketika ada yang menghalangi para babi dan anjing untuk berbuat semena-mena.

Karena tidak semua binatang bisa membaca dan mengingat sepintar babi, mereka hanya mengangguk-angguk saja ketika Squerel si juru bicara babi dan anjing berorasi mengenai kepemimpinan Napoleon yang konon telah berkorban sangat banyak demi para binatang. Sebagai rakyat yang patuh pada pemimpin, para binatang tetap melaksanakan peraturan binatang yang menjadi ideologi mereka. Ayam dan bebek tetap bertelur, kuda tetap menarik kereta, sapi tetap menghasilkan susu; hanya para babi dan anjing yang tidak menghasilkan apa pun.

Alibi yang diorasikan oleh babi dan anjing sungguh benar-benar penuh tipu muslihat. Benar apa yang dikatakan oleh Machiavelli di dalam buku Il Principe. Untuk merebut kursi sebagai pangeran memang harus melakukan hal keji dan amoral, bukan?

Babi dan anjing bisa serta-merta mengubah peraturan (baca: misalnya UU yang mengatur tentang Calon Presiden Republik Binatang) jika memang dirasa bahwa peraturan itu menghalangi mereka. Novel yang penuh dengan sindiran ini memang patut dijadikan bahan refleksi untuk melihat kondisi politik dewasa ini. Lebih cocok lagi ketika dipakai sebagai analogi kontestasi politik di Indonesia. Tampaknya saat ini ada yang sedang mengarah pada perilaku babi-babi dan anjing-anjing seperti yang ada di Animal Farm.

Namun, apakah sebenarnya babi-babi dan anjing-anjing itu yang meniru manusia atau manusia yang meniru babi-babi dan anjing-anjing itu?

Mari kita bahas selengkapnya pada diskusi #75 Klubbukumain2.

Sampai jumpa!

Yogyakarta, 18 November 2023

Sumber referensi:

Orwell, George. 1956. Animal Farm. New York: New American Library a division of Penguin Group.


Orwell, George. 2019 Animal Farm. Terj. Bakdi Soemanto. Yogyakarta: Bentang Pustaka.





Orwell, George. 2023. Animal Farm (Republik Hewan). Terj. Djokolelono. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.





Machiavelli, Niccolo. 2022. Il Principe (The Prince). Yogyakarta: Narasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima #2

  Desa Adat Seminyak Waktu terbit matahari di Bali lebih siang daripada di Jawa. Sekitar pukul setengah enam saya keluar kamar dan terkaget karena masih gelap. Ketika mengintip dari areal kolam belakang resepsionis, ternyata langit memang masih mendung dan belum ada cahaya benderang. Saya duduk sejenak di kursi depan kolam sebelum akhirnya saya putuskan untuk berjalan keluar menuju pantai pertama yang saya datangi.   Pantai Seminyak Saya memang sengaja memilih hostel yang dekat dengan pantai dan bisa diakses dengan berjalan kaki. Pantai Seminyak adalah pantai terdekat dari hostel dan menjadi tujuan pertama di hari kedua di Bali. Saya sengaja berjalan kaki dari hostel menuju pantai. Ada banyak hal menarik yang saya lewati di sepanjang perjalanan. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya menginap di wilayah yang masih satu areal dengan Desa Adat Seminyak. Saya pun melewati pura desa adat yang tampak megah dan gagah. Karena masih pagi, jalanan pun masih sepi dan hanya...

Mengulik Kisah di Balik Saidjah dan Adinda dalam Max Havelaar Karya Multatuli

  Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, "Mari kit 'angkat ia di sorga,   Kutipan itu adalah penggalan puisi “Lihatlah Bajing” yang ada di lampiran buku Max Havelaar . Melalui puisi itu saya akan menceritakan novel yang konon menjadi pembuka kran atas penderitaan pribumi Hindia awal abad ke-19 kepada dunia. Puisi itu muncul ketika Multatuli melalui komposisi Stern sedang menceritakan kisah akhir perjalanan Saidjah pada bab 17 (2022: 389). Saidjah menjadi tokoh yang sengaja dibangun Multatuli untuk memperlihatkan kondisi rakyat pribumi Hindia. Dikisahkan bahwa Saidjah merupakan seorang anak laki-laki yang pergi dari desanya di Parang Kujang karena bapaknya telah meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di Batavia dengan mimpi akan bisa membeli kerbau seperti yang pernah ia punya sebelumnya. Ketika memutuskan untuk merantau, ia telah terlebih dahulu berjanji pada Adinda (seorang perempua...

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima

 Perkebunan Kopi dan Sensasi Mencecap Lima Cangkir di Bali Pulina Tempat ini saya datangi karena tertarik dengan konsep “kopi” yang ditawarkan. Rekomendasi tempat yang berlokasi di Gianyar ini saya dapat dari sebuah iklan di Instagram. Tempat ngopi yang sekaligus perkebunan kopi ini sungguh syahdu—saya langsung teringin untuk mengajak seorang kawan yang pasti cocok dengan tempat ngopi seperti ini. Lokasinya berada di alam terbuka. Ketika memasuki gerbang masuk, suasana natural langsung menyambut. Di tempat saya duduk terdengar suara-suara alam yang sungguh menenangkan. Kicau burung, suara tenggoret, desir daun, suara melodi musik tradisional, dan terdengar pula gemericik air dari aliran sungai di hadapan saya. Saya duduk di areal yang menghadap lurus ke tulisan “Bali Pulina” berwarna merah hati. Sejak baru tiba, saya langsung membaca buku yang saya bawa. Setelah pesanan datang, barulah saya mencicipinya. Ada dua menu yang saya pesan. Pertama, satu paket kopi dengan lima varian di d...