Desa
Adat Seminyak
Pantai
Seminyak
Saya
memang sengaja memilih hostel yang dekat dengan pantai dan bisa diakses dengan
berjalan kaki. Pantai Seminyak adalah pantai terdekat dari hostel dan menjadi
tujuan pertama di hari kedua di Bali.
Saya
sengaja berjalan kaki dari hostel menuju pantai. Ada banyak hal menarik yang
saya lewati di sepanjang perjalanan. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya
menginap di wilayah yang masih satu areal dengan Desa Adat Seminyak. Saya pun
melewati pura desa adat yang tampak megah dan gagah. Karena masih pagi, jalanan
pun masih sepi dan hanya dilewati satu dua kendaraan. Orang-orang yang saya
temui adalah para wisatawan yang sedang lari pagi atau ibu-ibu penjual makanan
dan anak sekolah. Pada tiap gang, selalu ada canang yang diletakkan di
tengah-tengahnya. Isian canang itu beragam dan berbeda-beda. Akan tetapi,
masing-masing canang pasti terdapat bunga di dalamnya. Bunga kemboja hampir
tidak pernah absen dari canang-canang yang saya lewati di sepanjang jalan.
Pertokoan pun meletakkan canang di depan pintu dan depan jalannya. Warnanya
menarik dan cantik.
Arah
yang saya tempuh dari hostel adalah belok kiri lalu jalan terus hingga ke
perempatan di seberang Pura Desa - Desa Adat Seminyak di sebelah kanannya. Setelah itu, saya ambil
kiri dan mengikuti jalan tersebut sampai akhirnya tembus di gerbang Pantai
Seminyak. Butuh waktu dua puluh menit untuk berjalan sampai ke pantai.
Ketika
sampai di bibir pantai, ada semacam kabut atau asap yang masih menyelimuti
sekeliling.
Sejak
sampai di pantai, saya menggelar kain dan menjereng bekal yang saya bawa. Kopi
pun saya seduh. Setelah itu, saya membaca beberapa bab novel "Buku Besar
Peminum Kopi" yang saya bawa.
Hilir
mudik orang sangat ramai di hadapan saya. Berlari, berjalan, bermain air.
Bahkan anjing-anjing pun hampir sama ramainya dengan orang-orangnya.
Beberapa
kali ada anjing-anjing yang berjalan menghampiri. Saya ngeri dengan mereka.
Anjing yang berpemilik langsung diamankan oleh pemiliknya. Wah, mendebarkan.
O,
ya, dari tempat saya duduk saya bisa melihat Garuda Wisnu Kencana. Letaknya ada
di arah pukul sepuluh dari tempat saya duduk. Meski tidak terlalu jelas, monumen
megah itu tampak siluetnya.
Montana
Del Cafe Kintamani, Bangli
Setelah
menempuh dua jam perjalanan mengendarai sepeda motor, saya sampai di tempat
yang begitu menyenangkan dan menyenangkan dan menyenangkan. Allahu akbar!
Subhanallah.
Perjalanan
pagi tadi dimulai dari tempat rental motor di Seminyak. Mendung masih
menyelimuti awan sejak dari Denpasar. Mendung pun masih tetap ada ketika saya
memasuki daerah Kintamani. Benar kata Adil, suasananya mirip Kaliurang. Jalanan
berkelok, sedikit naik turun, dan dingin menyejukkan.
Memasuki
daerah Gianyar, suhu mendingin. Saya melewati beberapa untaian akar beringin.
Pura di samping kanan kiri tak pernah absen menjadi pengiring. Pohon kemboja
kuning, putih, merah muda berdiri gagak di tepi-tepi jalan. Perempuan berkebaya
kuning, merah, hijau, dan beraneka warna terlihat baru keluar dari pura.
Cantik. Menarik. Mereka tampak ceria dengan warna-warna kain yang dikenakan
sebagai rok, baju, dan pelilit di pinggang.
Saya
terpesona dan terpukau pada jalanan dari Denpasar menuju Kintamani. Ketika
sudah sampai di Jalan Raya Penelokan, saya semakin terkagum. Gunung Batur menyambut megah
di sisi timur laut. Dari jalan itu, saya langsung menuju lokasi yang memang
ingin saya datangi, yaitu Montana del Cafe.
Sesuai
harapan dan bayangan, tempat ini sungguh menawan. Suasana dingin dengan
matahari yang hangat sungguh bikin saya betah. Duduk di sini dengan pemandangan
Gunung Batur dan Danau Batur benar-benar menakjubkan.
Satu
gelas V60 japaness biji kopi Kintamani menjadi minuman yang menemani saya siang
ini. Menyegarkan, menyenangkan!
Saya
minum kopi V60 biji Kintamani di Kintamani. Luar biasa! Terharu saya bisa
sampai di sini setelah menempuh perjalanan dua jam seorang diri.
Pura
Segara Ulun Danu Batur
Lima
hari sebelum puncak Upacara Karya Agung Danu Kerthi.
Setelah
menikmati pemandangan Danau Batur dari atas pegunungan Kintamani, saya pun
mendekati ke areal danau dengan tujuan utama sebuah pura yang berdiri di atas
permukaannya. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar seperempat jam saya
mengendarai motor untuk turun ke Danau Batur. Jalanannya berkelok dan
menanjak-menurun. Kendaraan tidak terlalu ramai sehingga tidak terlalu menjadi
penghalang perjalanan.
Tempat
kedua yang saya datangi di hari kedua di Bali adalah Pura Segara Ulun Danu.
Ketika baru di gerbang depan, saya berhenti terlebih dahulu untuk bertanya
beberapa hal ke orang-orang yang ada di sana.
Sistem
kepercayaan adalah satu aspek dari unsur kebudayaan. Saya semakin mengerti
bahwa religi adalah bagian dari budaya ketika telah bersinggungan dengan sebuah
hasil kajian tentang aspek sekala dan niskala (lahir dan batin) dalam sebuah
sistem kepercayaan. Hubungan lahir dan batin itu adalah bagian dari tiga konsep
yang diyakini, yaitu ketuhanan (parhyangan), kemanusiaan (pawongan), dan aspek
lingkungan (palemahan).
Berkunjung
ke desa adat memang masuk ke dalam salah satu daftar tempat yang saya datangi
pada perjalanan ini. Bersama dengan seorang Pecalang Desa Adat Batur, saya
ditemani berkeliling di area pura yang berada di Kaldera Batur ini. Beberapa
kali kami berhenti, atau lebih tepatnya saya, untuk melihat betapa meriahnya
sebuah gelaran upacara bahkan ketika masih persiapan. Beberapa banjar menjadi
tempat berkumpul sekelompok laki-laki; remaja, dewasa, kepala tiga-empat-lima.
Apa
yang saya lihat di Desa Adat Batur ini sama dengan esai-esai yang ada di buku
karya Gde Aryantha Soethama yang telah saya baca beberapa bulan lalu.
Laki-laki
mendominasi persiapan. Segala pekerjaan mereka garap, mulai dari menyiapkan
penjor, merangkai bebungaan, menyiapkan tanaman-tanaman, menghias sudut-sudut
pura. Satu hal yang belum terlihat adalah memasak makanan khas untuk upacara,
lawar misalnya.
Melalui
kunjungan ini, saya bisa melihat aspek sekala bahkan baru pada proses persiapan
upacara keagamaan. Jelas sekali terlihat dan terbaca.
Melalui
kunjungan ini pula, saya merasa diterima. Orang-orang menyambut, membantu,
menyapa, dan memberikan rasa aman pada saya yang datang ke sini tanpa kawan dan
keluarga.
Satu
hal yang saya takutkan dan sempat akan menjadi penghalang pada perjalanan ini
nyatanya telah terbantahkan.
Komentar
Posting Komentar