Identitas
Tokoh Annelies dan Minke Menurut Perspektif
Sosiologis dalam Novel Bumi Manusia
Judul : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun terbit : 2005
Cetakan : XVII, Januari 2011
ISBN : 979-97312-3-2
Kesempatan
bisa membaca novel pertama dari Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer muncul
sejak Desember 2022 saya dapat buku ini. Pada perjalanan ke Jakarta saat itu,
saya menemukan novel Bumi Manusia. Malam itu saya ambil dua seri, yaitu Bumi
Manusia dan Anak Semua Bangsa. Sejak senantu saya sudah menamatkan novel
pertamanya yang sudah diadaptasi menjadi film.
Sejak
mulai membaca, dengan berat hati saya katakan bahwa saya terganggu dengan
visualisasi dari adaptasi filmnya. Menyebalkan memang ketika saya baru bisa
membaca novelnya setelah menonton film yang merupakan hasil adaptasinya. Meski
begitu, saya tetap bisa menikmati keseluruhan novel yang mengisahkan Minke,
Annelis, dan Nyai Ontosoroh (Sanikem).
Roman
setebal 535 yang dilisankan pada 1973 dan dituliskan pada 1975 oleh Pram ketika
mendekam di Pulau Buru ini berhasil mengajak saya untuk mengingat kembali
beragam teori sastra dan pergolakan kesusasteraan di Indonesia. Dari segi
jenisnya, Bumi Manusia merupakan sebuah karya sastra aliran kolonialisme. Tema
yang diangkat merupakan periode penjajahan Belanda di Hinda (Indonesia belum
tercipta).
Sudah
sering saya mendengar tentang betapa agungnya Tetralogi Buru. Saya pun selalu
penasaran dan bertanya-tanya seberapa hebatkah romah ini. Dan, ya, sekarang
saya berani mendakwa bahwa Bumi Manusia adalah sastra agung. Bukan sekadar
temanya yang mengangkat sisi humanisme, gaya bahasa yang dibuat oleh Pram
sungguh kaya dan unik. Detail yang ditampilkan oleh penulis mampu membangun
imajinasi saya tentang latar tempat, waktu, dan suasana.
Di
samping itu, karakter dari masing-masing tokoh yang hidup di dalam Bumi Manusia
pun sungguh hidup. Pergolakan batin dan konflik dari tiga tokoh utama dituliskan
dengan beragam sudut pandang.
Jika
membicarakan tentang penokohan, tidak bisa terlepas dari personalitas dari
masing-masing tokoh tersebut yang pada akhirnya akan menampilkan identitas yang
dimunculkan. Menurut Steph Lawler seorang sosiologis identitas mengatakan di
dalam buku Identitas: Perspektif
Ideologis bahwa identitas tidak diperoleh dalam individu, tetapi dalam
jaringan hubungan dengan orang lain. Beberapa di antaranya dapat ditemu,
beberapa di antaranya tidak. Dapat dikatakan bahwa Lawler tidak mendukung teori
identitas yang bersifat subjektif.
Identitas
merupakan bentuk kedirian yang bisa intersubjektif. Artinya, identitas
seseorang tidak hanya ditentukan oleh anggapan atas dirinya sendiri (subjektif)
tetapi ada unsur interaksi dan persepsi orang lain (objektif). Dengan demikian,
ketika seseorang menganggap bahwa dirinya sebagai A, hal itu tidak bisa
sepenuhnya dibenarkan karena pandangan orang lain bisa saja menilainya B.
Tokoh
di dalam Bumi Manusia yang bisa dijadikan bahan percontohan adalah Annelies. Ia
merupakan anak dari Nyai Ontosoroh, gundik dari totok Belanda Tuan Mellema.
Dalam lingkungan sosial di Hindia kala itu, posisi Annelies dikatakan sebagai
seorang Indo, yaitu anak dari ayah totok Belanda dan ibu Pribumi. Indo
merupakan posisi yang lebih tinggi di atas Pribumi dan lebih rendah dari
Belanda pada saat itu.
Meski
begitu, Annelies justru menolak pengeklaiman identitas yang diberikan kepadanya
dari lingkungan sosial tersebut. Secara perawakan dan keturunan, Annelies
seharunya sadar bahwa dia memang bukan Pribumi melainkan Indo. Namun, dengan
menggebu-gebu justru Annelies menolak identitas yang menempel di dirinya dari
sudut pandang objektivitas. Menurut pandangan dirinya, ia adalah Pribumi
seperti halnya dengan Nyai Ontosoroh. Subjektivitas tersebut muncul dari
tekanan emosi dalam tokoh Annelies karena ia membeci ayahnya. Secara subjektif,
ia menampik identitasnya sebagai Indo dan mengeklaim bahwa ia adalah Pribumi
meski dari segi perawakan dan ciri-ciri fisik Annelies bisa pula dikatakan
sebagai Belanda.
Proses
ketidakberterimaan identitas yang dimiliki oleh Annelies sama seperti yang
diungkapkan oleh Lawler bahwasanya identitas tidak bisa hanya ditentukan oleh
anggapan pribadi tetapi harus dengan hubungan interaksi di dunia sosialnya. Hal
yang tidak bisa dilupakan mengenai konflik identitas adalah konsep identitas
bukanlah sebuah kepastian meski itu merupakan kebenaran. Jadi, itulah mengapa
identitas yang disematkan pada tokoh Annelies menjadi bias ketika disipkan pada
keadaan subjektif dan objektif.
Komentar
Posting Komentar