Langsung ke konten utama

Saya Sedang Bergantung pada Sosoknya

Saya merasa sedih ketika mendengar diagnosis setelah hasil pemeriksaan selesai. Akan tetapi, saya pun merasa tenang dalam waktu yang bersamaan karena ada seseorang yang menemani saya di ruangan itu.


Keputusan saya untuk berani memeriksakan diri adalah karena ditemani olehnya. Sejak saya banyak mengeluhkan rasa sakit ini, ia yang sedari awal sudah menawarkan diri untuk selalu menemani. Katanya, "aku siap temenin. Aku selalu coba ada buat temenin kau." 

Sejauh ini, ucapannya telah terbukti. Ia begitu sabar dan sungguh sangat sabar menghadapi saya dengan segala kesakitan yang saya keluhkan padanya. Tiap kali rasa sakit itu muncul, namanya yang selalu terpikir pertama kali. Ketika saya memintanya untuk menemani, ia sempatkan waktu yang ia miliki. Ia datang. Menemani saya. Menunggu hingga rasa sakit itu reda. Lalu, saya bisa kembali menjalani aktivitas setelah seraya dikuatkan oleh kehadirannya. Saya sungguh bergantung pada sosoknya.

Saya tak ingin lagi merasakan betapa sedihnya harus bolak-balik seorang diri. Rasanya saya semakin lemah ketika ditimpa diagnosis tentang apa yang sedang menimpa saya. Kehadiran orang lain yang menemani nyatanya bisa membagi kekhawatiran dan memecah rasa takut itu menjadi kepingan-kepingan kecil sehingga yang saya rasa sudah tak sebegitu dahsyatnya. 

Jadi, semoga ia masih bisa menemani saya hingga saya benar-benar sembuh dari sakit ini.



Saya ingin sembuh. Saya ingin selesai. 

Saya sudah lelah!


Yogyakarta, 15 Februari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima #2

  Desa Adat Seminyak Waktu terbit matahari di Bali lebih siang daripada di Jawa. Sekitar pukul setengah enam saya keluar kamar dan terkaget karena masih gelap. Ketika mengintip dari areal kolam belakang resepsionis, ternyata langit memang masih mendung dan belum ada cahaya benderang. Saya duduk sejenak di kursi depan kolam sebelum akhirnya saya putuskan untuk berjalan keluar menuju pantai pertama yang saya datangi.   Pantai Seminyak Saya memang sengaja memilih hostel yang dekat dengan pantai dan bisa diakses dengan berjalan kaki. Pantai Seminyak adalah pantai terdekat dari hostel dan menjadi tujuan pertama di hari kedua di Bali. Saya sengaja berjalan kaki dari hostel menuju pantai. Ada banyak hal menarik yang saya lewati di sepanjang perjalanan. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya menginap di wilayah yang masih satu areal dengan Desa Adat Seminyak. Saya pun melewati pura desa adat yang tampak megah dan gagah. Karena masih pagi, jalanan pun masih sepi dan hanya...

Mengulik Kisah di Balik Saidjah dan Adinda dalam Max Havelaar Karya Multatuli

  Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, "Mari kit 'angkat ia di sorga,   Kutipan itu adalah penggalan puisi “Lihatlah Bajing” yang ada di lampiran buku Max Havelaar . Melalui puisi itu saya akan menceritakan novel yang konon menjadi pembuka kran atas penderitaan pribumi Hindia awal abad ke-19 kepada dunia. Puisi itu muncul ketika Multatuli melalui komposisi Stern sedang menceritakan kisah akhir perjalanan Saidjah pada bab 17 (2022: 389). Saidjah menjadi tokoh yang sengaja dibangun Multatuli untuk memperlihatkan kondisi rakyat pribumi Hindia. Dikisahkan bahwa Saidjah merupakan seorang anak laki-laki yang pergi dari desanya di Parang Kujang karena bapaknya telah meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di Batavia dengan mimpi akan bisa membeli kerbau seperti yang pernah ia punya sebelumnya. Ketika memutuskan untuk merantau, ia telah terlebih dahulu berjanji pada Adinda (seorang perempua...

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima

 Perkebunan Kopi dan Sensasi Mencecap Lima Cangkir di Bali Pulina Tempat ini saya datangi karena tertarik dengan konsep “kopi” yang ditawarkan. Rekomendasi tempat yang berlokasi di Gianyar ini saya dapat dari sebuah iklan di Instagram. Tempat ngopi yang sekaligus perkebunan kopi ini sungguh syahdu—saya langsung teringin untuk mengajak seorang kawan yang pasti cocok dengan tempat ngopi seperti ini. Lokasinya berada di alam terbuka. Ketika memasuki gerbang masuk, suasana natural langsung menyambut. Di tempat saya duduk terdengar suara-suara alam yang sungguh menenangkan. Kicau burung, suara tenggoret, desir daun, suara melodi musik tradisional, dan terdengar pula gemericik air dari aliran sungai di hadapan saya. Saya duduk di areal yang menghadap lurus ke tulisan “Bali Pulina” berwarna merah hati. Sejak baru tiba, saya langsung membaca buku yang saya bawa. Setelah pesanan datang, barulah saya mencicipinya. Ada dua menu yang saya pesan. Pertama, satu paket kopi dengan lima varian di d...