Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Viva Mariposas untuk Kita Semua!

  Ini adalah kisah di balik Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang selalu diperingati pada 26 November setiap tahunnya sejak ditetapkan oleh PBB pada 1999. Meski buku yang dibahas adalah novel sejarah, kita harus sepemahaman terlebih dahulu bahwa karya sastra bisa dilihat dari dua sudut. Pertama, ia hanya sebatas karya seni yang bisa dinikmati keindahannya. Kedua, sastra bisa menjadi sebuah dokumen sejarah yang merekam pemikiran-pemikiran manusia yang menuliskannya. Dulce et utile . Kisah ini adalah gabungan dari dua buku sekaligus, yaitu In The Time of The Butterflies karya Julia Alvarez dan Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih. Saya telah lebih dulu membaca novelnya sebelum akhirnya sadar bahwa setelah membaca teori analisis gender, novel karya Julia Alvarez pun sarat akan semangat-semangat transformasi sosial yang digelorakan oleh perempuan. Julia Alvarez menulis novel sejarah tentang Mirabal bersaudari, yaitu Patria, Dede,...

Adakah Mereka yang Punya Dua Ibu?

  Judul buku : Dua Ibu Penulis : Arswendo Atmowiloto Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 1980 Cetakan : Keempat, Juli 2017 Tebal buku : 304 halaman Masing-masing pembaca memiliki penafsiran sendiri terhadap buku yang telah selesai dibacanya. Begitu pula dengan saya setelah membaca karya fiksi terbaik tahun 1981 Yayasan Buku Utama, Dua Ibu karya Arswendo Atmowiloto. Pengalaman membaca yang saya dapatkan dari buku yang sudah empat kali cetak tersebut adalah haru.  Sosok ibu digambarkan oleh Arswendo melalui cerita dari anaknya yaitu Mamid. Sebenarnya, Mamid adalah salah satu dari anak yang diambil anak oleh ibu. Melalui surat-surat yang ditulis oleh Solemah, Mujanah, Ratsih, pembaca bisa mengetahui bagaimana perangai seorang ibu kepada anak-anaknya.  Bukan lagi hidup dengan sederhana, mereka adalah keluarga miskin tanpa tanda-tanda berpunya. Tinggal di sebuah rumah peninggalan ayahnya, mereka bertahan dengan sisa-sisa barang yang masih tersisa. Se...

Anggota Persma Masih Punya Takut, Lho!

  Kalau tulisan diunggah di Poros tuh rasanya deg-deg serrr. Apalagi kalau sudah berbau kritik. Eh, tapi tulisan Poros kan kritik semua ya? Hahahaha. Serius nih. Kalau saya baru saja unggah tulisan sendiri, tulisan yang saya sunting, atau tulisan dari anggota Poros yang lain itu rasa takut dan khawatir pasti muncul. Bayangan gelap teman-teman aktivis yang mendapat represi tajam dari beberapa pihak yang berkuasa adalah hal yang membuat saya resah. Meski belum pernah sih sekonyong-konyong dapat represi. Eh, eh, pernah. Dulu ketika di tahun pertama, zamannya saya masing magang, ketika wawancara beberapa orang para birokrat, tindakan represi berupa intimidasi verbal kerap saya dapatkan. Sungguh, baru melalui verbal saja saya sudah merasa takut. Tidak terbayangkan, bagaimana rasanya teman-teman aktivis yang mendapat represi lebih parah daripada itu- yang sampai ke penangkapan oleh aparat kepolisian. Namun, di balik rasa takut itu sebenarnya ada keberanian yang sedikit banyak telah mu...

Mengapa Saya Begitu Bangga Bisa Mengenalmu?

Foto itu saya ambil ketika Royyan sedang menyampaikan laporannya di depan saya dan teman-teman yang lain.  Ketika itu, saya enggan tuk berucap. Akan tetapi, saya punya banyak sekali hal yang mau saya sampaikan. Semoga dengan ini bisa tersampaikan ya, Yan. (Saya gengsi mau ngomong langsung di depanmu, nanti pasti tanggapannya "Iya, dong. Aku kan emang keren.😎" Persis dengan gaya emoji berkacamata itu deh ekspresinya.) Selain karena alasan itu saya menceritakan di sini juga karena ingin pamer bahwa saya telah mengenalmu. Yan, Royyan Yan, Yancuk! Panggilan pertama, digunakan ketika saya sedang ingin membicarakan hal serius dan dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Panggilan kedua, digunakan ketika saya sedang merasa baik sekali dan kami akan membahas hal yang tak terlalu berat. Dua panggilan itu bisa saja berubah, tergantung suasana hati juga sih. Panggilan kedua pun biasa saya pakai ketika saya jengkel, kesal, dan sebal kepadanya. Apalagi untuk sesuatu yang, yang, yang, yan...

Cara Baru Melewati Minggu Pagi Ditemani Megahnya Merapi

  Cara Baru Melewati Minggu Pagi Ditemani Megahnya Merapi Pagi itu saya pergi ke Warung Kopi Klotok. Pukul setengah tujuh, sesuai dengan rencana, saya berangkat. Lokasinya cukup jauh, sekitar 40 menit dari kos saya yang berada di daerah Warungboto. Tempatnya ada di Km 16 Kaliurang. Sehari sebelumnya, ketika pergi dengan ke Ledok Sambi, sebenarnya saya melewati tempat itu, tapi tidak tahu kalau ternyata Warung Kopi Klotok itu ada di sana. Saya kira tempatnya ada di pinggir jalan persis. Ternyata, kami harus masuk terlebih dahulu kurang lebih 200 meter dari jalan Kaliurang, melewati beberapa kedai kopi juga. Lalu ketika masuk ke area Kopi Klotok, itu berbeda dengan apa yang saya bayangkan. Saya kira tempatnya seperti tempat ngopi biasa, tempat duduk, lesehan, dan fasilitas yang "dibuat-buat". Ketika saya masuk ke area parkir, yang saya temui hanya sebuah rumah berdominan material kayu dengan arsitektur rumah joglo. Dari luar tidak terlihat bahwa itu adalah tempat makan atau ked...