Langsung ke konten utama

Enggak Enakkan Itu Enggak Enak, kan?


Enggak Enakkan Itu Enggak Enak, kan?

Kebencian saya terhadap sebuah hubungan pertemanan adalah sebab ketidaksehatan pola pikir di dalam hubungan. Bentuk-bentunya bisa beragam. Dalam hal ini saya fokus pada poin-poin yang ringan tetapi dapat memperparah penyakit hati dari setiap individu dalam lingkungan pertemanan tersebut.
Ketika satu orang melakukan sebuah komunikasi dengan satu orang yang lain maka itu sudah terjadi sebuah hubungan sosial. Aktivitas yang dilakukan terus menerus oleh orang dalam hubungan sosial itulah yang menurut saya disebut dengan berteman. Ketika kita sudah mengenal orang lain yang dimulai dengan identitas diri, itulah awal mula pertemanan terjalin. Meski hanya nama yang disebut, bagi saya mereka telah berteman.
Lalu, bagaimanakah dengan ketidaksehatan pertemanan itu?
Hal-hal yang menjadi sumber dari masalah itu adalah belum adanya komunikasi yang sesuai antara orang satu dengan orang yang lain. Pertemanan yang selanjutnya dibahas adalah pertemanan kolektif, lebih dari dua orang. Dalam istilah pergaulan acap dipanggil dengan istilah geng, kelompok, grup, atau komunitas, klub, dan sebagainya. Justru bermula dari pengistilahan kolektif tersebut telah dimulainya ketidaksehatan dalam hubungan pertemanan.
Mengapa demikian?
Ketika salah seorang anggota grup pertemanan menginginkan sebuah hal kemudian mengutarakannya kepada anggota yang lain, maka kemungkinan disetujui akan lebih besar daripada ditolaknya gagasan tersebut. Padahal, dalam benak si anggota yang lain menginginkan hal yang berlainan dari apa yang diinginkan oleh seseorang yang mengusulkan pertama kali. Setelah itu, muncullah dalam diri orang-orang yang tidak setuju tersebut. Dengan berucap, "tidak enak, lah kalau saya menolak," dia tidak mengucapkannya, tetapi ia membatin saja. Akhirnya, keikutsertaan orang tersebut hanya berdasarkan pada ketidakenakan semata.
Berulang kali. Sebuah gagasan disampaikan. Tidak berani menolak. Tidak berani mengatakan tidak. Berujung pada perasaan tidak enak kepada orang lain. Padahal, perasaan tersebut justru terlahir di dalam hati kita sendiri. Yang menjadi tidak enak adalah kita. Bukan orang lain.
Saya pernah berjumpa dengan seorang sopir taksi online ketika saya hendak pergi ke stasiun Senen beberapa waktu lalu. Umurnya sekitar kepala empat. Awalnya saya risih dengan perkataannya yang terlalu menasihati. Namun, saya sadar bahwa apa yang ia katakan adalah buah dari pengalaman hidupnya yang belum pernah saya temukan. "Beranilah untuk berkata "tidak" terhadap sesuatu yang memang tidak sesuai dengan kata hati kita."
Adalah hal yang penting untuk bisa saya tuliskan di sini mengenai hubungan enggak enakkan dalam pertemanan. Ketidakmampuan kita untuk menolak dengan mengatakan tidak itulah yang menjadi lubang tempat kita terjebak dalam jeruji tidak enakkan.
Syahdan, yang hendak saya sampaikan pun sama dengan pesan yang bapak taksi online itu katakan kepada saya.
Sampaikanlah kepada temanmu jikalau ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman. Beri tahu mereka bahwa itu bukan hal yang kamu inginkan. Beranikanlah diri untuk mampu menolak dengan berkata tidak. Berikanlah penjelasan kepada mereka agar hubungan pertemananmu tetap terjaga.
Salam sahabat dari saya!



Yosi Sulastri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima #2

  Desa Adat Seminyak Waktu terbit matahari di Bali lebih siang daripada di Jawa. Sekitar pukul setengah enam saya keluar kamar dan terkaget karena masih gelap. Ketika mengintip dari areal kolam belakang resepsionis, ternyata langit memang masih mendung dan belum ada cahaya benderang. Saya duduk sejenak di kursi depan kolam sebelum akhirnya saya putuskan untuk berjalan keluar menuju pantai pertama yang saya datangi.   Pantai Seminyak Saya memang sengaja memilih hostel yang dekat dengan pantai dan bisa diakses dengan berjalan kaki. Pantai Seminyak adalah pantai terdekat dari hostel dan menjadi tujuan pertama di hari kedua di Bali. Saya sengaja berjalan kaki dari hostel menuju pantai. Ada banyak hal menarik yang saya lewati di sepanjang perjalanan. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya menginap di wilayah yang masih satu areal dengan Desa Adat Seminyak. Saya pun melewati pura desa adat yang tampak megah dan gagah. Karena masih pagi, jalanan pun masih sepi dan hanya...

Mengulik Kisah di Balik Saidjah dan Adinda dalam Max Havelaar Karya Multatuli

  Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, "Mari kit 'angkat ia di sorga,   Kutipan itu adalah penggalan puisi “Lihatlah Bajing” yang ada di lampiran buku Max Havelaar . Melalui puisi itu saya akan menceritakan novel yang konon menjadi pembuka kran atas penderitaan pribumi Hindia awal abad ke-19 kepada dunia. Puisi itu muncul ketika Multatuli melalui komposisi Stern sedang menceritakan kisah akhir perjalanan Saidjah pada bab 17 (2022: 389). Saidjah menjadi tokoh yang sengaja dibangun Multatuli untuk memperlihatkan kondisi rakyat pribumi Hindia. Dikisahkan bahwa Saidjah merupakan seorang anak laki-laki yang pergi dari desanya di Parang Kujang karena bapaknya telah meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di Batavia dengan mimpi akan bisa membeli kerbau seperti yang pernah ia punya sebelumnya. Ketika memutuskan untuk merantau, ia telah terlebih dahulu berjanji pada Adinda (seorang perempua...

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima

 Perkebunan Kopi dan Sensasi Mencecap Lima Cangkir di Bali Pulina Tempat ini saya datangi karena tertarik dengan konsep “kopi” yang ditawarkan. Rekomendasi tempat yang berlokasi di Gianyar ini saya dapat dari sebuah iklan di Instagram. Tempat ngopi yang sekaligus perkebunan kopi ini sungguh syahdu—saya langsung teringin untuk mengajak seorang kawan yang pasti cocok dengan tempat ngopi seperti ini. Lokasinya berada di alam terbuka. Ketika memasuki gerbang masuk, suasana natural langsung menyambut. Di tempat saya duduk terdengar suara-suara alam yang sungguh menenangkan. Kicau burung, suara tenggoret, desir daun, suara melodi musik tradisional, dan terdengar pula gemericik air dari aliran sungai di hadapan saya. Saya duduk di areal yang menghadap lurus ke tulisan “Bali Pulina” berwarna merah hati. Sejak baru tiba, saya langsung membaca buku yang saya bawa. Setelah pesanan datang, barulah saya mencicipinya. Ada dua menu yang saya pesan. Pertama, satu paket kopi dengan lima varian di d...