Penulis :
Ahda Imran
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun
Terbit : 2022
Jumlah
hal : xiii + 527
Buku
berjudul Jais Darga Namaku adalah sebuah biografi yang menceritakan tentang kehidupan
seorang perempuan keturunan menak Sunda. Kisah di dalam buku berjudul Jais
Darga Namaku dimulai sejak konflik pada tahun 1947 ketika Limbangan, Garut
masih dalam masa peralihan penjajahan hingga penguasaan pemerintah Indonesia. Bab-bab
tersebutlah yang membuat saya tertarik membaca “novel” biografi ini.
Seperti judulnya, Jais Darga dengan nama lengkap Raden
Jais Handiana Dargawidjaja adalah tokoh sentral dalam
novel ini. Ia adalah anak dari Raden Nana Sunani dan Raden Mas Dargawidjaja. Awal
kisah dibuka dengan tragedi penculikan, kabur, hingga akhirnya Raden Nana
menemukan suami baru yang menjadi tempat berlindung dari kejaran para
gerombolan begal yang mengaku lascar Daroel Islam Kartowoewirjo.
Kisah di dalam buku ini selalu memunculkan
upaya seorang perempuan, baik itu Raden Nana Sunani maupun Jais Darga, terhadap
subordinasi gender yang selalu membuntuti mereka. Kedua perempuan yang
ditonjolkan di dalam buku ini menampilkan beragam langkah yang ditempuh demi mewujudkan
beragam ambisi. Jais Darga selalu mendobrak kekangan-kekangan dalam kehidupan
seorang keturunan menak Sunda.
Posisi perempuan dalam posisi ordinat itulah
yang selalu ditolak oleh Jais Darga dengan segala pilihan hidup yang ia ambil. Perempuan
sering dianggap sebagai subordinat bukan pada posisi ordinat adalah anggapan
bahwa perempuan itu takrasional atau emosional sehingga tidak bisa tampil
memimpin berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi
yang tak penting. Subordinasi mengacu pada peran dan posisi perempuan yang
lebih rendah dibanding peran dan posisi laki-laki. Namun, Jais Darga selalu
ditampilkan sebagai perempuan yang selalu memegang kendali dalam kehidupannya. Perangainya
yang seperti itulah yang menjadikan ia melepas status seorang istri setelah
menikah dengan suami pertamanya.
Ambisi yang selalu mengikuti setiap langkah
Jais Darga bukan sebatas dalam ranah bisnis dan perdagangan. Jais Darga selalu
berambisi pula untuk “menunjukkan” bahwa sebagai seorang perempuan keturunan
menak Sunda ia bisa menjadi sosok yang diperhitungkan dalam bisnis lukisan
nasional bahkan di dunia internasional. Fase yang menjadi puncak pencapaian
kariernya adalah ketika Jais sudah bisa membuka sebuah galeri seni di Prancis
dengan mencatutkan nama bapaknya menjadi bagian dari galeri seni tersebut.
Bukan
hal mudah untuk bisa mewujudkan “galeri bapak” di Paris. Jais harus berkompromi
dengan banyak kondisi termasuk menikah dengan Pascal—anak dari seorang kolektor
lukisan keturunan Prancis—yang berpengaruh dalam bisnis lukisan di negeri
tersebut. Meski begitu, dalam fase perjalanan pernikahan ketiganya tersebut
Jais mulai berada pada titik kesadaran dirinya yang juga seorang ibu dari putrinya
yaitu Magali. Berkali-kali Jais harus dihadapkan antara melihat tumbuh kembang anaknya
atau mengejar ambisi dalam dunia karier sebagai seorang art dealer.
Komentar
Posting Komentar