Langsung ke konten utama

Inilah Alasan Mengapa Kita Bagian dari Semesta!

Inilah Alasan Mengapa Kita Bagian dari Semesta!


Bu Dami, dalam perkenalan pertamanya, ia menceritakan sebuah hal yang berasa sangat jauh, jauh sekali dari masa saat dia menjadi pembicara. Kisah itu ia mulai dari tahun 1991 ketika anaknya bernama Dana masih kecil dan masih ada. Kenapa harus dari sana? Jauh sekali! Pikir saya.

Berceritalah Bu Dami mengenai alur kebangkitan hidupnya. Sosok anak yang menurutnya menjadi penyebab mengapa ia bisa sampai menjadi pembicara di depan saya. Sampai saat itu, saya masih belum memahami esensi dari pernyataannya sebenarnya. Jadi, mari simak cerita saya.

Dimulai dari kisah masa kecil sosok Dana Zakaria Hasibuan. Ketika itu Bu Dami masih berada di Amerika untuk studi S2. Hari itu adalah Sabtu, suatu hari yang memang Bu Dami siapkan untuk membersamai anaknya. Dibawalah Dana bersama Bu Dami ke sebuah laboratorium. Sebuah tempat yang menjadi kandang bagi serangga-serangga yang sedang diteliti oleh Bu Dami. Ketika sedang bermain dan mengamati, Dana melihat dua ekor serangga yang sedang melakukan proses reproduksi, bercinta versi serangga. Pada saat itulah Dana mulai takjub dan penasaran dengan apa yang serangga itu lakukan.

Mom, look at them. Why one of them in the top of each other," begitulah apa yang Dana tanyakan.

Sempat bingung bagaimana Bu Dami akan menjelaskan mengenai apa yang ditanyakan bocah berumur tiga tahun tersebut. Berceritalah ia bahwa mereka sedang berbagi. "The male shared or transfered the sperm to female."

Mendengar pernyataan itu, Dana pun takjub. "Wow, how kind they are. The man ia sharing the sperm."

Yups, anak kecil bernama Dana menilai sebuah hal secara sederhana, yaitu sharing each other. Dari sanalah, Bu Dami menyadari betapa luar biasanya sosok Dana.

Setelah prolog mengenai Dana masa kecil, Bu Dami menceritakan mengenai tiga hal yang menjadi penghentak diri saya. Hati, napas, dan pikiran. Sebuh video pengantar sempat diputar sebelumnya. Selama kurang lebih 17 menit, saya menyimak. Akan tetapi, baru secuil pemahaman yang saya dapatkan.

Bermula dari penjelasan mengenai heart. Miliaran tahun yang lalu, dunia hanya terdiri dari zat-zat yang sangat beragam. Nitrogen, hidrogen, besi, metana, dan lain-lain. Semua zat itu mengepul, bersatu, kemudian membentuk bagian-bagian yang tidak terdefinisikan. Peristiwa itulah yang diistilahkan dengan Supernova. Lalu, dari peristiwa pembentukan dunia itulah awal mula sebuah dunia, bumi yang saat ini saya tempati. Pada saat awal mula dunia terbentuk, semua gas alam bercampur menjadi satu. Yang menjadi intinya adalah bahwa di dalam diri kita ada bagian dari gas pembentuk semesta. Ada fe (besi) di dalam jantung yang lebih banyak menghasilkan oksigen dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Ada bagian dunia di dalam tubuh kita. Konklusi akhirnya bahwa saya merupakan bagian dari alam semesta. Kita semua adalah bagian dari semesta yang tiada batasnya.

Berlanjut menuju aspek kedua mengenai breath, napas. Masih berelasi dengan hal sebelumnya ketika awal mula dunia tercipta. Bumi ini terisi dengan 9:1 antara karbon dioksida dan oksigen.

Kisah mengenai napas berawal dari kehidupan sebuah bakteri bernama latin cyanobacteria. Ia adalah sebuah jenis bakteria yang pada masa itu mampu hidup di sekeliling karbon dioksia. Usia hidupnya tidaklah panjang. Namun, semasa hidup singkat tersebut, ia mampu mengubah karbondioksida menjadi oksigen. Setiap cyano-cyano yang hidup mampu memberikan sumbangan oksigen bagi komposisi gas di bumi. Sepertinya, cyano merasa bahwa hidupnya yang singkat dan hanya mampu bernapas tidaklah ada artinya. Ia hanya bernapas, mengambil karbon dioksida lalu mengeluarkan oksigen, setelah itu ia akan mati. Akan tetapi, berawal dari jenis bakteria satu ini, oksigen mampu menyemai. Karbon dioksida pun mulai menipis.

Melalui proses berjuta-juta tahun, cyanobacteria mampu menciptakan sebuah kehidupan, elemen kehidupan yang fundamental. Apakah yang akan terjadi apabila saat itu cyano berhenti untuk bergerak, berhenti untuk bernapas? Akankah ada oksigen yang dia hasilkan?

Dari cyanobacteria saya kembali sadar. Iya, kembali sadar.

Cyanobacteria, sebuah mikroorganisme yang menganggap bahwa dirinya sama sekali tidak berarti, untuk kehidupannya saat itu maupun untuk kehidupannya di masa depan. Sebuah siklus hidup yang menurut cyano tidak memperlihatkan kebermanfaatan. Akan tetapi, bakteri itu tetap tumbuh, selalu hidup, beradaptasi dengan zaman hingga akhirnya ia pun menjadi bagian dari pengubah dunia yang menciptakan keabadian. Saat ini cyano telah menjadi mikroorganisme yang memenuhi setiap komponen penunjang biodiversity. Ia telah ada dalam klorofil. Ia masuk ke dalam tanaman. Ia ada di tubuh binatang. Ia pun telah menjadi darah di dalam diri manusia.

Siklus hidup cyanobacteria mengajarkan saya bahwa ada masa lalu yang tinggal di dalam diri, jiwa, dan pikiran yang masih nyata hingga saat ini. Setiap napas yang cyano ambil adalah bagian dari apa yang manusia keluarkan.

Setiap keluaran yang cyano hasilkan adalah bagian yang manusia butuhkan. Cyanobacteria mengambil karbon dioksida untuk menghasilkan oksigen. Manusia mengambil oksigen dengan mengeluarkan karbon dioksida. Seperti itulah,

Dari halitu, muncullah sebuah kata baru yaitu interkoneksi.

Pembicaraan ketiga yaitu mengenai mind, pikiran. Konsep palet pelukis menjadi pembuka dari pemahaman ketiga ini. Seorang pelukis menggunakan palet untuk menuangkan warna-warna yang akan digunakan. Biasanya, ketika saya menggambar hanya dibutuhkan beberapa warna dasar. Selebihnya, saya akan kombinasikan semua warna itu menjadi warna baru. Gradasi dari pencampuran warna-warna memiliki keindahannya sendiri. Ketika warna biru diaduk bersama warna kuning, maka akan menciptakan warna hijau. Dari proses itu akan muncul terlebih dahulu warna toska, hijau maya-maya, atau bahkan warna yang tidak mempunyai nama. Dari konsep palet, pemikiran palet mencoba untuk diikutsertakan. Setiap pikiran memiliki spektrum gagasan yang berbeda yang mampu mempengaruhi pemikiran lainnya. Begitulah adanya, tidak ada seorang manusia pun yang tidak mendapat gagasan dari isi kepala orang lain. Bahkan, saya pun bisa saja menjadi bagian dari pemikiran orang-orang di sekeliling saya.

Ketika tiga konsep telah terurai, lantas apa?

Hati adalah bagian dari semesta yang tetap ada karena manusia bernapas dan masih hidup dengan pemikirannya. Hati, napas, dan pikiran. Interkoneksi!

Setelah penjelasan panjang mengenai interkoneksi saya menjadi paham mengapa Bu Dami memulai kisahnya dari Dana. Selain semesta yang memang telah berencana, kehadiran Dana pun menjadi alasan mengapa saya bisa mengikuti pelatihan yang menghadirkan Bu Dami sebagai pembicaranya.

Critical Pedagogy Indonesia, sebuah organisasi yang diinisiasi oleh sekelompok anak muda dengan tujuan sebagai sebuah pembelajaran yang berkelanjutan untuk masa depan Indonesia.

Saya menjadi sadar bahwa saya masih bodoh. Apalagi ketika berada dalam kondisi yang membutuhkan penyelesaian. Keterbatasan pemikiran masih memagar semua solusi yang sebenarnya telah ada dan tidak perlu dicari. Kesadaran itu adalah bentuk ketidaksempurnaan ilmu yang saya dalami. Untuk menyelam dalam menuju satu buah cabang pengetahuan saja itu tidaklah cukup. Memang benar, lubang yang tercipta akan semakin menjauh ke palung pengetahuan. Namun, apakah semakin dalam lubang yang tercipta akan menjadikan saya menjadi berharga?

Mengingat kembali mengenai pernyataan salah seorang teman yang juga peserta, Pia, “Cara pandang kita dalam memahami sebuah permasalahan layaknya seperti huruf awal dari kata Transdisipliner. Tidak hanya garis lurus yang menembus ke bawah, ada garis lurus yang terbentang pula menyeberang batas-batas himpitan pengetahuan.”

Dari situ saya kembali sadar bahwa tidaklah cukup hanya dengan memperdalam apa yang saya masuki saat ini, tetapi saya pun harus mampu mengelola semua hal yang ada dan yang menjadi relasi antardisiplin ilmu pengetahuan. Itulah pandangan baru dari saya yang masih ingin melakukan apa. Apa saja!

Saya adalah bagian dari semesta. Kita adalah bagian dari semesta. Jangan berhenti bergerak. Jika kita menyerah, dunia tak akan lagi sama.

I can stand in here because of you! All of you in my side, all of the people around me.

Thank’s for giving me chance to deepening myself.

All of us is wonderfull. I’m sure that i’m the part of the world. We are the part of the world!

Yes, we are the part of the world!



Yogyakarta, Desember 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima #2

  Desa Adat Seminyak Waktu terbit matahari di Bali lebih siang daripada di Jawa. Sekitar pukul setengah enam saya keluar kamar dan terkaget karena masih gelap. Ketika mengintip dari areal kolam belakang resepsionis, ternyata langit memang masih mendung dan belum ada cahaya benderang. Saya duduk sejenak di kursi depan kolam sebelum akhirnya saya putuskan untuk berjalan keluar menuju pantai pertama yang saya datangi.   Pantai Seminyak Saya memang sengaja memilih hostel yang dekat dengan pantai dan bisa diakses dengan berjalan kaki. Pantai Seminyak adalah pantai terdekat dari hostel dan menjadi tujuan pertama di hari kedua di Bali. Saya sengaja berjalan kaki dari hostel menuju pantai. Ada banyak hal menarik yang saya lewati di sepanjang perjalanan. Yang baru saya sadari adalah ternyata saya menginap di wilayah yang masih satu areal dengan Desa Adat Seminyak. Saya pun melewati pura desa adat yang tampak megah dan gagah. Karena masih pagi, jalanan pun masih sepi dan hanya...

Mengulik Kisah di Balik Saidjah dan Adinda dalam Max Havelaar Karya Multatuli

  Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, "Mari kit 'angkat ia di sorga,   Kutipan itu adalah penggalan puisi “Lihatlah Bajing” yang ada di lampiran buku Max Havelaar . Melalui puisi itu saya akan menceritakan novel yang konon menjadi pembuka kran atas penderitaan pribumi Hindia awal abad ke-19 kepada dunia. Puisi itu muncul ketika Multatuli melalui komposisi Stern sedang menceritakan kisah akhir perjalanan Saidjah pada bab 17 (2022: 389). Saidjah menjadi tokoh yang sengaja dibangun Multatuli untuk memperlihatkan kondisi rakyat pribumi Hindia. Dikisahkan bahwa Saidjah merupakan seorang anak laki-laki yang pergi dari desanya di Parang Kujang karena bapaknya telah meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di Batavia dengan mimpi akan bisa membeli kerbau seperti yang pernah ia punya sebelumnya. Ketika memutuskan untuk merantau, ia telah terlebih dahulu berjanji pada Adinda (seorang perempua...

KE(M)BALI: Telah tiba pada yang kelima

 Perkebunan Kopi dan Sensasi Mencecap Lima Cangkir di Bali Pulina Tempat ini saya datangi karena tertarik dengan konsep “kopi” yang ditawarkan. Rekomendasi tempat yang berlokasi di Gianyar ini saya dapat dari sebuah iklan di Instagram. Tempat ngopi yang sekaligus perkebunan kopi ini sungguh syahdu—saya langsung teringin untuk mengajak seorang kawan yang pasti cocok dengan tempat ngopi seperti ini. Lokasinya berada di alam terbuka. Ketika memasuki gerbang masuk, suasana natural langsung menyambut. Di tempat saya duduk terdengar suara-suara alam yang sungguh menenangkan. Kicau burung, suara tenggoret, desir daun, suara melodi musik tradisional, dan terdengar pula gemericik air dari aliran sungai di hadapan saya. Saya duduk di areal yang menghadap lurus ke tulisan “Bali Pulina” berwarna merah hati. Sejak baru tiba, saya langsung membaca buku yang saya bawa. Setelah pesanan datang, barulah saya mencicipinya. Ada dua menu yang saya pesan. Pertama, satu paket kopi dengan lima varian di d...