Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Ini Aku, Mengenai Pandanganku

Ini Aku, Mengenai Pandanganku Tuhan menganugerahkan mata kepada manusia agar dengan itu mereka dapat menangkap keajaiban yang telah Tuhan ciptakan. Aku ingin bercerita tentang seseorang yang telah banyak memberiku pemahaman.  Ini bukan mengenai sebuah teori-teori pelajaran, tetapi pemahaman akan hakikat sebuah keadaan. Dulu, aku selalu ingin mengabadikan setiap momen penting, unik, luar biasa, atau berkesan dengan sebuah foto.  Gambaran mengenai keadaan yang sedang terjadi dalam perjalanan hidupku.  Berasa kurang rasanya jika setiap momen itu tidak ditangkap oleh kamera.  Merasa tidak ikhlas jika terlewat begitu saja.  Bahkan tak jarang merasa sedih, marah, dan kesal jika tanpa sengaja tak tertangkap kamera. Ini tentang dia yang hingga kini mampu menjadikanku manusia yang tidak menuhankan “foto”. Sekadar sebuah gambaran yang menjadi deskripsi keadaan. Aku masih bisa mengingat mengenai apa yang kubicarakan dengannya hingga pada...

Coba Kutanya pada Ibu

Coba Kutanya Pada Ibu Oleh : Yosi Sulastri Seorang adik menangis setelah terjatuh ketika ia sedang berjalan bersama kakaknya. Coba tebak siapa yang kena marah ibunya? Ya, sang kakak yang mendampingi adiknyalah yang mendapat omelan. Sebab menurut ibunya ia yang lebih mengenal bagaimana menjaga diri dan bagaimana cara melindungi. Padahal, sang kakak sudah menggandeng tangan adiknya dengan erat. Apa mau dikata, sang adik terjatuh sebab tersandung kakinya sendiri. Tetapi, saya tegaskan lagi, sang ibu tetap memarahi kakaknya dengan omongan kasar bahkan tak jarang tangan pun melayang. Sedangkan sang adik dibelai, dielus, di-ninabobo-kan, padahal sebenarnya ia pantas pula diberi teguran. Itu yang saya lihat. Kalau anda tak pernah melihatnya berarti anda perlu sowan ke dukuh saya, Kemusuk, Desa Mangunweni, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Hal di atas saya analogikan sebagai bentuk hierarki antara pemegang kekuasaan dan rakyat. Suatu masa ketika rakyat yang katanya dimiskinkan ol...

Tempat untuk Pura-Pura Ngopi

Kedai kopi telah menjamur di sini, Jogja . Setiap mentari menyembunyikan diri, para penikmat si hitam memikat itu mulai ramai berdatangan menuju kedai kopi tempat biasa yang mereka datangi. Tak hanya kopi yang mengundang mereka untuk kembali. Bagi aku dan beberapa dari mereka yang tidak terlalu suka kopi, suasana riuh nan menenangkanlah yang buatku mampir. Canduku bermula dari ajakan seseorang. Kali ini mungkin aku tidak banyak menceritakan mengenai sosok laki-laki yang membuatku berdebar hati. Seseorang itu bernama nurrahmawati, salah seorang senior di Poros, persma yang kini tengah aku tekuni. Nur mengajakku pertama kali ke Lembayug kala itu ketika baru sekitar dua bulan aku menjadi penghuni Jogja sebagai kaum urban. Tak hanya berdua, beramai-ramai kami menyambangi kedai kopi yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat kosku. Seperti biasa, setiap awal yang baru selalu membutuhkan adaptasi supaya tidak sensi dengan orang-orang yang tak kuduga dapat kutemui. Perasaan takut, ge...