Langsung ke konten utama

Tugas P2K Sastra Indonesia



Semarak ‘45
Oleh: Yosi Sulastri

Peringatan kemerdekaan RI ke-72 kini sudah di depan mata. Rakyat Indonesia pun sudah mulai sibuk menyemarakkan dirgahayu negerinya. Hal yang sama pun dilakukan oleh warga RT 04 Dukuh Kemusuk, Desa Mangunweni, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Mereka sudah mulai memasang bendera merah putih di depan rumah mereka lengkap dengan aksesoris berupa gapura yang dicat senada dengan benderanya, yaitu warna merah dan putih.
Warga RT 04, khususnya kaum bapak melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar dan saling membantu satu sama lain dalam menghias lingkungan mereka dengan ornamen serba merah putih. Tak hanya itu, warga pun mulai mempersiapkan batang pinang di lapangan, arena perlombaan voli, memasang tali-tali yang akan digunakan untuk lomba makan krupuk serta beberapa keperluan perlombaan lainnya.
Tak hanya kaum pria yang sibuk, kaum ibu pun disibukkan dengan mempersiapkan makan bersama atau yang biasa disebut kepungan. Pada malam 17 Agustus, kepungan tersebut biasa digelar. Makan bersama yang menyimbolkan rasa syukur atas kemakmuran yang telah mereka rasakan selama Indonesia telah merdeka. Rasa syukur itu pun menjadi salah satu bentuk perayaan Dirgahayu Indonesia dan wujud nasionalisme mereka.
Tidak hanya berhenti di situ, suasana ramai dan bahagia juga terasa pada hari peringatan kemerdekaan. Bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, semua warga berkumpul dan berpartisipasi dalam perlombaan khas kemerdekaan. Para bapak mengikuti lomba tarik tambang, panjat pinang, balap karung, dan bola voli putra. Para ibu pun tak kalah semangat, mereka mengikuti lomba senam, karaoke, memasak, dan bola voli putri. Bukan hanya para bapak dan ibu, anak-anak pun turut serta dalam perlombaan. Mulai dari lomba balap kelereng, makan krupuk, menggambar, dan balap karung mini. Raut muka bahagia pun terlihat jelas di wajah mereka.
Sejatinya, peringatan hari kemerdekaan RI bukan hanya sekadar beramai-ramai memasang aksesoris merah putih. Melainkan beramai-ramai memaknai dan mensyukuri kemerdekaan yang telah diraih oleh para pejuang bangsa yang rela berjuang dengan berpeluh darah.
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan nasionalisme kita. Tergantung pada seberapa banyak niat kita untuk melakukannya. Dirgahayu RI ke-72, Kerja Bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengulik Kisah di Balik Saidjah dan Adinda dalam Max Havelaar Karya Multatuli

  Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, "Mari kit 'angkat ia di sorga,   Kutipan itu adalah penggalan puisi “Lihatlah Bajing” yang ada di lampiran buku Max Havelaar . Melalui puisi itu saya akan menceritakan novel yang konon menjadi pembuka kran atas penderitaan pribumi Hindia awal abad ke-19 kepada dunia. Puisi itu muncul ketika Multatuli melalui komposisi Stern sedang menceritakan kisah akhir perjalanan Saidjah pada bab 17 (2022: 389). Saidjah menjadi tokoh yang sengaja dibangun Multatuli untuk memperlihatkan kondisi rakyat pribumi Hindia. Dikisahkan bahwa Saidjah merupakan seorang anak laki-laki yang pergi dari desanya di Parang Kujang karena bapaknya telah meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di Batavia dengan mimpi akan bisa membeli kerbau seperti yang pernah ia punya sebelumnya. Ketika memutuskan untuk merantau, ia telah terlebih dahulu berjanji pada Adinda (seorang perempua...

Disonansi, Sebuah Novel Pelari

    Judul                      : Disonansi Penulis                 : Edith PS Penerbit               : Gramedia Tahun terbit        : 2015 Genre                    : Metropop   Disonansi adalah novel yang memberi tutorial tentang bagaimana caranya berlari. Sinopsis di belakang buku sudah cukup menarik perhatian saya untuk membeli novel ini lalu membaca hingga menamatkannya. Pada bab-bab proses “berlari”, saya diberi beragam harapan dan tebak-tebakan tentang siapa tokoh utamanya, apa persamaannya, hingga bagaimana ujung kisahnya. Edith PS mampu mempertahankan ketegangan dan pertanyaan bagi saya hingga ha...

Ini Aku, Mengenai Pandanganku

Ini Aku, Mengenai Pandanganku Tuhan menganugerahkan mata kepada manusia agar dengan itu mereka dapat menangkap keajaiban yang telah Tuhan ciptakan. Aku ingin bercerita tentang seseorang yang telah banyak memberiku pemahaman.  Ini bukan mengenai sebuah teori-teori pelajaran, tetapi pemahaman akan hakikat sebuah keadaan. Dulu, aku selalu ingin mengabadikan setiap momen penting, unik, luar biasa, atau berkesan dengan sebuah foto.  Gambaran mengenai keadaan yang sedang terjadi dalam perjalanan hidupku.  Berasa kurang rasanya jika setiap momen itu tidak ditangkap oleh kamera.  Merasa tidak ikhlas jika terlewat begitu saja.  Bahkan tak jarang merasa sedih, marah, dan kesal jika tanpa sengaja tak tertangkap kamera. Ini tentang dia yang hingga kini mampu menjadikanku manusia yang tidak menuhankan “foto”. Sekadar sebuah gambaran yang menjadi deskripsi keadaan. Aku masih bisa mengingat mengenai apa yang kubicarakan dengannya hingga pada...